Berdasarkan Data Pemrov DKI Jakarta, Jumat (16/4/2010), nilai kerugian akibat beberapa sarana milik Satpol PP yang dibakar, rinciannya sebagai berikut:
1. Truk : 24 unit x Rp 295.800.000= Rp 7.099.200.000
2. Operasional Panther : 43 unit x Rp 225.500.000 = Rp 9.696.500.000
3. Operasional KIA Pick Up : 14 unit x Rp 727.500.000 = Rp 1.785.000.000
4. Kendaraan Komando : 2 unit x 226.725.454 = Rp 453.450.000
5. Kijang : 2 unit x Rp 120.000.000 = Rp 240.000.000
6. Sepeda Motor Trail : 1 unit x 24. Rp 499.000 = Rp 24.499.000
7. Helm Antihuruhara : 575 x Rp 500.000 = Rp 287.500.000
8. Tameng Antihuruhara : 575 x Rp 979.000 = Rp 562.925.000
9. Rompi Pulset : 575 buah x Rp 4.888. 000 = Rp 2.806.000.000
Total Rp 22. 955.074.000
Detik.com juga melaporkan, selain kerugian materil, akibat bentrok antara warga dan aparat Selasa 14 April kemarin, telah menewaskan tiga anggota Satpol PP dan ratusan orang dari kedua pihak. Kesepatan sudah dicapai dari mediasi antara ahli waris makam, Pemprov DKI, dan PT Pelindo II. Meski begitu, polisi masih menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam rusuh tersebut.
Bercermin dari kejadian bentrok massa dengan Satpol PP di areal makam Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara ini, Satpol PP tampaknya menganggap remeh nilai spiritual dan nilai historis dari keberadaan makam Mbah Priok.
Mbah Priok adalah tokoh yang dihormati. Dia merupakan salah satu ulama penyebar agama Islam di Jakarta Utara. Beliau adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh dan menjadi panutan. Lalu, datanglah pasukan Satpol PP yang akan membongkar paksa makam tersebut. Tentu saja ini sama dengan meniupkan api kemarahan para santri dan juga masyarakat sekitar makam. Mereka tidak gentar dengan ribuan anggota Satpol PP yang akan melakukan pembongkaran.
Inilah yang disebut meremehkan nilai spiritual dan menganggap sejarah sekedar pelajaran di sekolah. Padahal, kalau mempertimbangkan kedua hal ini, kemungkinan rusuh massa tidak akan terjadi. Toh, setelah terjadinya kerusuhan berdarah yang menelan korban jiwa dari kedua belah pihak tersebut, akhirnya bisa diambil kesepakatan secara musyawarah. Kenapa tidak sebelumnya dilakukan?(Foto Kompas)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar yang Sopan. Trims.