Meski diperkuat dua pemain naturalisasi, Christian Gonzales dan Irfan Bachdim, Indonesia tetap bernasib malang takluk oleh Safee dkk, yang tak mungkin lolos dari babak penyisihan kalau saja Indonesia cukup menahan imbang Thailand.
Langkah PSSI membuka pintu lebar-lebar bagi pemain asing yang masih keturunan Indonesia untuk membela Timnas, memang tak ada salahnya. Namun, naturalisasi ini bisa dianggap sebagai kegamangan pengurus PSSI yang terus menerus gagal membentuk timnas yang berkualitas dan disegani di level internasional.
Selain menaturalisasi pemain, PSSI juga punya impian besar dengan mengirim beberapa pemain yunior untuk menimba ilmu di Uruguay. Proyek ini tak jauh beda dengan proyek Primavera yang mengirim pemain belajar di Italia.
Hasil Primavera? Prestasi Timnas Indonesia tetap tak kunjung juga membaik.
Dana untuk mengirim pemain menimba ilmu di luar negeri tentulah bukan jumlah yang sedikit.
Apakah PSSI tidak sebaiknya memperhatikan pembinaan sepakbola sejak usia dini secara terarah? Misalnya saja bekerja sama dengan Depdikbud untuk memasukan sepak bola sebagai pelajaran olah raga wajib di sekolah-sekolah tingkat sekolah dasar? Misalnya saja dari usia 7 tahun atau kelas 1 SD sudah diajarkan dasar-dasar bermain sepak bola dengan dibimbing oleh pelatih yang berkualitas dan memiliki sertifikat kepelatihan?
PSSI perlu membidik SD-SD di daerah pedesaan untuk proyek pembinaan pemain sepak bola sejak usia dini ini. Proyek tersebut sangat mungkin dilakukan karena rata-rata SD di daerah pedesaan masih memiliki lahan luas yang bisa dijadikan sebagai lapang sepak bola. Hanya sebuah lapang sepak bola tentunya tidak akan membutuhkan biaya besar.
Selain lapang, PSSI tentunya juga yang menyediakan sarana penunjang latihannya, termasuk gaji pelatih yang ditunjuk untuk menangani 'pelatnas' usia dini ini.
Kalau saja ada 1.000 SD di seluruh Indonesia yang digarap oleh PSSI untuk proyek pembinaan pemain sepak bola usia dini ini, maka akan banyak ditemukan bibit-bibit pemain berkualitas yang pembinaan ke depannya bisa dilakukan klub-klub profesional.
Yang terpenting, adalah pemberian teknik dasar bermain sepak bola yang baik dan benar kepada murid-murid SD yang dimulai dari usia 7 tahun hingga umur 12 tahun (kelas 6 SD). Sebagai perangsang, nantinya bisa diadakan 'Liga SD' di tiap kecamatan yang digelar tiap hari Minggu dan merujuk seperti liga profesional dengan sistem home and away.
Anak-anak desa kalau diarahkan, pasti bisa menjadi pemain sepak bola yang berkualitas. Bakat-bakat alam tersebut banyak terganjal, hanya karena kebanyakan orang tua mereka tidak sanggup untuk memasukan anaknya ke sekolah sepak bola yang biayanya cukup mahal. Alam desa pun setidaknya telah membentuk fisik mereka lebih kuat dan bukan pemain salon.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar yang Sopan. Trims.