Bila berkunjung ke Desa Kebonsari, setelah masuk sekitar 2 kilometer ke arah timur dari gerbang desa yang ada patung bebek, aroma kandang bebek mulai tercium. Di setiap rumah aktivitas warga kampung itu hampir sama. Sebagian sibuk mengepal-ngepal telor bebek mentah dengan adonan bata merah campur garam. Sebagian lagi menyiapkan telur bebek ke tempat telur yang biasa disebut eggtre, ditumpuk hingga 10 tumpuk sebelum dikirim ke luar Jawa.
Aktivitas seperti itu sudah berlangsung sejak tahun 1992 setelah adanya program bantuan pemerintah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Berasal dari program itu, ada 11 warga yang mulai beternak itik. Semula hanya 500 sampai 1.000 itik per orang.
”Sekarang jumlah bebek mencapai 10 ribu-15 ribu ekor per peternak,” kata Nur Hidayat, Ketua Kelompok Peternak Itik Sumber Pangan, saat ditemui di rumahnya, Rabu lalu.
Kini, jumlah peternak itik di Desa Kebonsari mencapai 30 orang. Nur Hidayat sendiri mengaku per hari panen sekitar 3.000 telur. Itu belum mengambil dari kandang milik warga lain. Kalau ditotal sekitar 10-11 ribu butir telur per hari.
Karena menjadi produsen telur bebek yang cukup besar maka desa ini diresmikan menjadi kampung bebek. Mengenai penjualannya, sekitar 60 persen dikirim ke Banjarmasin dan sisanya di daerah lokal seperti Sidoarjo dan Surabaya. ”Semua telur itu dikirim dalam keadaan mentah belum diasinkan,” ujar Nur Hidayat yang dikaruniai tiga orang anak ini.
Saat ini ia memekerjakan tujuh orang untuk membantu pengepakan telur bebek mentah sebelum di kirim ke luar Jawa. Biasanya, ia menjual telur bebek sesuai pesanan, baik telur mentah, asin, atau telur asin beraneka rasa.
Khusus mengenai telur asin beraneka rasa, Nur Hidayat menerangkan, kelompok peternak di desanya sudah diberikan pelatihan mengenai hal itu, namun hingga kini belum ada pesanan dari konsumen. ”Mungkin belum tahu konsumen, rata-rata memang pesannya telur asin,” katanya sambil menghitung jumlah telur yang akan dikirim.
Telur asin beraneka rasa ini dibuat dengan rasa ikan salmon, coklat, stroberi, durian. Pokoknya sesuai dengan keinginan pemesan. Meski demikian, rasa asinnya tetap terasa karena memang bermacam-macam rasa itu diinjeksikan ke dalam telur yang sudah diasinkan.
”Kesulitan lain adalah masa expired telur asin beraneka rasa yang hanya satu minggu sehingga kalau tidak ada pemesan kita tidak membuatnya,” ujarnya.
Nur Hidayat menjelaskan, proses pembuatan telur beraneka rasa cukup mudah. Setelah diasinkan pakai adonan bata merah selama 10 hari, telur dicek apakah ada yang rusak atau tidak.
Setelah diseleksi, telur itu direndam cuka agar kulitnya lunak. Lantas disuntik dengan jarum untuk memasukkan aneka perasa sesuai dengan keinginan pemesan atau selera sendiri. Baru kemudian dimasak. Sayangnya, masa kadaluwarsa telur asin ini hanya satu minggu sehingga para warga setempat tidak berani membuat bila tidak ada yang memesan.
Kendati demikian, setelah pencanangan kampung bebek di Desa Kebonsari ini, pesanan telur bebek di desa itu semakin meningkat. Namun, sayang belum ada upaya untuk mempromosikan telur asin beraneka rasa sehingga sampai saat ini belum ada pesanan.(Vivanews)
waahh,, kreatif bgt yg bkin telur asin rasa durian,, kira2 rasanya ky ap yah,, jd pengen coba deh,,
BalasHapushttps://niningm06.student.ipb.ac.id
Kalau mau sukses memang harus kreatif sperti pengrajin telur asin ini.
BalasHapuswah tertarik bgt pengen tahu untuk bahan telor asin rasa duren menggunakan essence ato bgmn ya,,dan telor asin rasa coklat gmn bahannya menggunakan coklat bubuk apa saja dan berapa takarannya
BalasHapus