Rakyat Libya di satu sisi mendapatkan pemerintahan yang otoriter di tangan Khadafi. Namun di sisi lain, Khadafi juga yang membuat Libya menjadi salah satu negara dengan pendapatan perkapita tertinggi di benua Afrika.
Lantas bagaimana Khadafi mengelola uang Libya? Seperti dilansir Allbusiness.com, edisi Senin 18 Juli 2005, Bank Sentral Libya mengatur Libyan Arab Foreign Bank (LAFB) yang memutar uang Libya. LAFB ini memiliki anak perusahaan Libyan Arab Foreign Investment Co (Lafico) yang trengginas dalam berbisnis.
Uang hasil minyak bumi yang memperkaya Libya adalah dari National Oil Company (NOC) di mana Lafico dan LAFB juga memegang saham minoritasnya. Urusan bisnis perbankan, itu adalah pegangan LAFB.
LAFB membangun Arab Banking Corp (ABC) bersama rekanan dari Kuwait dan Abu Dhabi. ABC menjadi bank internasional paling besar di Timur Tengah dengan jaringan di seluruh dunia. LAFB juga memegang 5 persen saham Banca di Roma, bank komersial besar di Italia.
Lafico lebih perkasa lagi menjadi penanam modal di berbagai negara, terutama di Italia. Pada Februari 2002, Lafico membeli lagi 2% saham Fiat senilai US$ 112 juta atau sekitar Rp 1,008 triliun. Lafico juga memiliki saham 7,5 persen saham klub sepakbola Juventus. Perusahaan ini juga punya investasi besar di bidang perhotelan dengan menguasai 47% saham Corinthia Group.
Nah, yang kemudian terjadi adalah semakin sulit membedakan mana uang Libya dan mana uang Khadafi, karena besarnya peran kolonel itu dalam membela kepentingan bisnisnya secara langsung dan tidak langsung. Bloomberg misalnya, pada Rabu (23/2/2011) saat mengulas soal nasib saham Lafico di Juventus terkait krisis Libya, lebih suka menyebut Lafico sebagai milik pemimpin Libya Muamar Khadafi.(Detik.com)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar yang Sopan. Trims.